SMAN 2 Cimahi Dukung Larangan Pelajar Berkendara tanpa SIM

SMAN 2 Cimahi Dukung Larangan Pelajar Berkendara tanpa SIM
Siswa SMAN 2 Cimahi saat Melakukan Presentasi Pembelajaran di Sekolah (Doc. Istimewa) 


SURAT KABAR, CIMAHI - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menegaskan larangan bagi pelajar tingkat SD, SMP, hingga SMA yang belum memenuhi syarat usia untuk mengendarai sepeda motor ke sekolah.

Penegasan ini disampaikan merujuk pada ketentuan yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang mengharuskan setiap pengendara kendaraan bermotor untuk memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) sebagai syarat legal berkendara.

Kebijakan tersebut memperoleh respons positif dari berbagai pihak, termasuk sejumlah sekolah di wilayah Jawa Barat. 

Salah satunya adalah SMAN 2 Cimahi, yang menyatakan dukungannya terhadap aturan tersebut. 

Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan SMAN 2 Cimahi, Uus Suhara, mengatakan bahwa pihak sekolah telah sejak lama menerapkan aturan serupa dan secara konsisten melarang siswa yang belum memiliki SIM untuk membawa sepeda motor ke lingkungan sekolah.

"Meski ini bukan kebijakan baru di SMAN 2 Cimahi, tapi sejak lama kami sudah melarang siswa membawa motor sebagai bentuk tanggung jawab terhadap keselamatan mereka," kata Uus saat ditemui Jabar Ekspres di sekolah, Kamis (8/5/2025).

Menurut Uus, larangan ini bukan hanya soal kepatuhan terhadap aturan hukum, tapi juga langkah preventif terhadap risiko kecelakaan yang dapat terjadi jika siswa belum layak mengendarai kendaraan bermotor.

"Kami tahu ada saja yang coba akali aturan, misalnya dengan memarkirkan motor jauh dari sekolah. Tapi kami tetap lakukan patroli dan razia secara berkala, bekerja sama dengan pihak kepolisian," tegasnya.

Razia tersebut, lanjut Uus, mencakup pemeriksaan kelengkapan surat-surat kendaraan, penggunaan knalpot standar, serta aspek keselamatan lainnya. Jika ditemukan pelanggaran, pihak sekolah tak segan memberi tindakan tegas.

Lebih lanjut, pihak sekolah juga telah mengantongi data rinci mengenai moda transportasi siswa.

"Kami tahu siapa yang berjalan kaki, siapa yang diantar, dan siapa yang membawa motor. Data ini kami update secara berkala untuk memperkuat pengawasan," jelasnya.

Upaya ini juga dibarengi pendekatan persuasif dan sosialisasi intens kepada siswa. Harapannya, siswa bisa memahami aturan ini dibuat bukan untuk membatasi kebebasan mereka, tapi demi keselamatan dan tanggung jawab bersama.

Setelah sistem zonasi diterapkan, Uus mencatat rata-rata jarak rumah siswa ke sekolah hanya sekitar 600 meter jarak yang masih memungkinkan ditempuh dengan berjalan kaki.

"Untuk siswa dari jalur prestasi atau jalur lain yang rumahnya lebih jauh, kami perbolehkan membawa kendaraan, asalkan memiliki SIM dan kelengkapan surat kendaraan," ujar Uus.

Ia menggarisbawahi, sebagian besar siswa kelas 10 dan 11 belum berusia 17 tahun, sehingga belum layak secara hukum membawa kendaraan.

"Jika terjadi kecelakaan, sekolah juga bisa ikut bertanggung jawab, apalagi jika motor dibawa tanpa izin atau surat lengkap," tutupnya.

Sementara itu, Nailah Azizah, siswi kelas 11 SMAN 2 Cimahi, menyatakan dukungannya terhadap kebijakan ini meski ada pro dan kontra di kalangan siswa.

"Soal motor memang penting dibahas. Aku pribadi rumahnya dekat sekolah, jadi biasa jalan kaki atau dijemput. Tapi aku paham kalau ada teman-teman yang rumahnya jauh dan orang tuanya sibuk, kadang terpaksa harus bawa motor sendiri," kata Nailah.

Namun, ia sepakat bahwa syarat memiliki SIM adalah langkah yang tepat.

"Selain demi keselamatan, juga biar siswa lebih disiplin dan nggak ugal-ugalan di jalan. Kalau belum cukup umur atau belum punya SIM, lebih baik cari alternatif lain," ujarnya.

Siswi yang sudah berusia 17 tahun ini menegaskan, tidak semua kebijakan akan menyenangkan semua pihak. Namun jika tujuannya demi keselamatan dan mendukung kualitas belajar, siswa harus bisa menyesuaikan diri.

"Sebagai siswa, kami juga harus belajar memahami dan menyesuaikan diri," tandasnya. (SAT) 


Komentar